Thursday, August 11, 2016

Merokok Adalah Pilihan Yang Bisa Dipilih Atau Tidak


"Itu sih bergaul dengan si anu dan sini itu. Akhirnya dia ikut merokok."

Kalimat biasa yang terlontar, terutama dari kaum wanita kalau ia menemukan, entah anaknya atau suaminya merokok. Sesuatu yang dianggap oleh masyarakat dewasa ini sebagai sesuatu yang "tidak baik".

Blaming someone. Selalu harus ada kambing hitam dalam sebuah masalah. Tidak boleh tidak.

Manusiawi.

Tetapi, tidak selamanya benar.

Banyak orang menganggap kalau pengaruh lingkungan begitu kuat dan seakan menjadi sesuatu yang tidak bisa ditolak oleh orang lain.

Padahal tidak.

Seorang manusia akan tetap diberikan berbagai pilihan selama ia hidup. Ia bisa memilih yang no 1, atau mau yang nomor 2, bisa juga tidak memilih keduanya, tetapi berpaling ke pilihan nomor 3.

Yang manapun yang dipilihnya merupakan tanggung jawabnya sendiri. Ia pun harus menerima resiko dan konsekuensinya.

Masyarakat perokok jarang sekali memaksa para non perokok untuk bergabung dengannya. Mayoritas perokok sadar bahwa apa yang mereka lakukan memiliki efek yang kurang baik.

Perokok tidak akan mencoba menarik seorang non perokok untuk mencoba mengisap tembakau. Berdasarkan pengalaman banyak perokok justru akan memuji seseorang yang tidak merokok.

Sehat.

Bagus.

"Jangan tiru saya, ya". Paling tidak itu pujian yang diberikan kepada seorang yang tidak memiliki kebiasaan merokok.

Itu paling minim. Memang secara sopan santun, seorang perokok akan menawarkan rokok yang dimilikinya kepada orang lain.

Sebuah hal yang normal sebagai basa basi atau bahasa pergaulan. Merokok tidak berarti seseorang tidak paham norma pergaulan dan sopan santun.

Perokok adalah manusia biasa.

Lalu, kalau kemudian seorang non perokok mencoba sebatang, lalu dua batang dan akhirnya terjangkit kebiasaan merokok, haruskah kalangan perokok disalahkan?

Kalau tidak menawarkan, bisa dianggap pelit dan tidak sopan. Kalau memberi tawaran dianggap mempengaruhi. Pusing juga jadi seorang perokok.

Seharusnya, masyarakat pun tidak perlu menyalahkan kebiasaan merokok orang yang dekat dengan mereka kepada orang lain.

Perokok hanya menawarkan sesuatu yang ia miliki dan mau berbagi. Tidak ada yang salah karena rokok itu tidak melanggar hukum, jadi sangat sah untuk dibagi. Kecualo yang ditawarinya anak-anak, maka itu adalah kasus terpisah.

Tentang mengapa diterima atau tidak, itu adalah hal terpisah. Yang ditawari memiliki hak untuk menolak alias tidak menerima. Tidak ada paksaan untuk itu.

Belum pernah ada kasus, seorang perokok menawarkan rokok kepada orang lain dengan menodongkan pisau atau pistol. Biasanya rokok ditawarkan dengan sopan dan senyum.

Kalau ditolak, hal itu menjadi indikasi bahwa orang yang ditawari tidak merokok dan kemungkinan besar ia tidak akan mendapatkan tawaran lagi di masa datang. Itu sedikit tata krama dalam dunia perokok.

Bagaimana kalau diterima?

Tanyakan kepada orangnya langsung. Hanya dia yang tahu alasan mengapa menerima tawaran rokok dari seseorang? Yang menawari pun tidak akan tahu pasti.

Pasti ada alasan tertentu mengapa sebatang rokok menjadi begitu menarik bagi seseorang.

Apakah ia sedang merasa tertekan karena pekerjaan?

Apakah istrinya sedang marah-marah karena gaji bulan ini banyak potongan?

Apakah ia merasa tidak enak karena yang menawari temannya?

Yang manapun, ia yang memilih.

Tidak dipaksa.

Kalau ia setelah itu akhirnya bergabung dalam klub para perokok, maka 100% itu adalah sebuah jalan yang dipilihnya. Kalau Anda seorang istri atau ibu yang merasa sebal karena suami atau anak Anda mulai merokok, jangan salahkan orang lain.

Salahkan saja pada suami atau anak Anda sendiri.

Mereka mempunyai pilihan lain, tetapi memutuskan untuk memilih jalan yang satu ini.

Jangan salahkan lingkungan atau orang lain.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon